Jumat, 12 April 2013

Ujung Cinta ( Cerpen Tertolak )

“Duuaaaar..” Awan, sahabat kecilku itu, tiba-tiba mengagetkanku. Aku yang sedang memilah buku di toko buku favorite kami. Aku dan Awan sudah lama berteman, mungkin sejak kami lahir. Bunda dan umi Awan itu bestfriend. Awalnya Awan itu pendiam, tapi aku yang mengajaknya ini itu. Trampolin dibelakang rumahnya itu, aku yang meminta. “Ly, elu dari mana aja ? capek gue nyariin elu. Gini ya, kalo elu udah ngeliat buku. Kayak gak mau pergi lagi.” Omelnya padaku. “haha, elu kayak baru kenal sehari aja ama gue. Kalo gue gak di perpus sekolah, yah gue disini, lu kan tau gue ga suka shopping, travelling, daaaan kegiatan ga mutu lainnya.” Ocehku lebih panjang dari dia. “iya, bawel lu ah!”. Awan mulai cemberut. “eh, Ly, tadi Tika cewek jutek dikelas kita jadian sama si playboy Andi” sambungnya. “EGP”. Aku sewot. “lu tuh sama kayak Tika, judesnya, juteknya, kutu bukunya, gak suka hal yang gak mutu menurut kalian. Jangan-jangan lu bakal kayak di Tika tuh, kepincut juga ama cowok. Lu juga kan sama kayak Tika dulu, gak suka cowok. Huahahahah” tawanya mulai meledak. “sssssssssssstttt, berisik tau gak. Daripada lu ngoceh gak jelas, mending lu bawain nih, buku-buku gue.” Perintahku, sambil meraih setumpuk buku tebal yang sepertinya gak semuanya bakal ku beli, cuma mau ngerjain si mister gossip itu aja. Akhirnya, dengan bersusah payah dia membawakan buku itu tanpa ocehan yang gak jelas ke kasir. Dari sekian buku yang ku pilih hanya tiga buku yang benar-benar menjadi hak milikku. Aku hanya tersenyum mengejek pada sahabatku itu. Sorry, wan. Sehabis keluar dari toko buku, Awan mengajakku pergi ke rumah makan, katanya sih laper. Tapi, aku gak laper-laper banget. Aku gak tahu, sejak kapan Awan sudah bisa romantis sama aku. Satu bulan lalu, di hari valentine, dia beri aku boneka pink besar, bertuliskan “I LOVE U” aku gak tahu maksudnya apa, terima aja. Kemarin, mati-matian dia minta izin sama bunda buat ngajak aku nonton di malam hari. Sampai disana, dia megang tangan aku, kayak orang pacaran gitu. Terus lagi, akhir-akhir ini juga, dia sering banget manggil aku “sayang”, gak jarang juga dia bilang “awan sayang lily”. Sampai signature di SMS nya “aw-ly 4ever” Kalaupun sayangnya cuma sebatas sahabat aku terima, Tapi yang aku heran, kok gak dari kemarin-kemarin dia bilang kayak gini. “ly, aku mau ngomong sama kamu.” Dia menyambar tanganku. “wan, kalo lu mau ngomong, ya ngomong aja. Sejak kapan sih, lu mau ngomong harus izin dulu ke gue. Sejak kapan juga, lu ngomong harus pegang tangan gue.” Aku risih. “sejak gue sadar, bahwa. Gak ada persahabatan yang kekal.” “maksud loe?” aku makin gak paham. “gue sadar, gak ada persahabatan yang kekal, apalagi, persahabatan itu melibatkan laki-laki dan perempuan”. Jelasnya. “maksud lu, lu suka sama gue ? lu sayang sayang sama gue lebih dari sahabat ?”. Aku agak terbata. “iya, aku juga gak pernah sadar kapan perasaan itu mulai berubah.” Suasana makin panas, bukan karena, siang itu memang matahari kayaknya gak bersahabat. Aku takut, jika sayang lebih dari sekedar sahabat, sayang itu cepat pudar. Aku masih mau bersahabat dulu dengannya. Aku yang tak tahu harus berkata apa, akhirnya memutuskan untuk lari. Semakin aku jauh berlari. Sampai aku tak sadar butir-butir air menggenang dimataku, dan jatuh membasahi pipiku. Aku sayang awan, sayaaaaang banget. Tapi, kali ini untuk sahabat dulu. Aku gak bisa bayangin. Kalo aku pacaran sama dia, terus dia mutusin aku. Aku patah hati. Aku bunuh diri. Huuuuuuuh, patah hati, itulah yang buat aku benci banget sama cinta. “aku gak maksa kamu jawab sekarang Ly, besok mungkin. Lusa juga no problem. Atau malah kapan-kapan. Tapi, please. Aku serius, Ly.” Ternyata awan mngejarku. “aku cuma takut aja, Wan.” “takut apa ? aku mainin kamu ? kita udah kelas tiga SMA ly. Aku janji, sehabis kita kuliah, aku nikahin kamu.” “hmmm, aku pulang dulu”. Tanpa kata lagi, aku lansung pulang. Ujian Nasional, memang sudah kulewati. Aku sengaja menjauh dari Awan. Aku masih ingin fokus akan pelajaranku. Awan pun mengerti aku, dia tak pernah lagi mendekatiku. Di juga sepertinya ingin memfokuskan dirinyajuga. Satu minggu dari ujian-ujian akhir, penat sekali. Aku memutuskan untuk keluar, me-refresh otak. Aku memang gak begitu suka dengan shopping. Kali ini aku hanya iseng saja. Dan kebetulan cemilan sudah habis. Biasanya bunda yang beli, tapi bunda lagi sibuk sekarang. Berbelanja cemilan cukup sudah. Bookstore sudah menantiku. Ujung-ujungnya masih balik ke buku juga. Kali ini, aku memilih bagian novel. Rasanya sudah lama sekali aku tidak bergelut dengan novel. Satu persatu judul buku ku baca, sesekali aku membaca sinopsisnya. “Lily ya ?” tiba-tiba suara itu mengagetkanku. “iya,” aku hanya jawab simple. “temen, Awan kan ?” tanyanya lagi. “iya. Temen deket malah, sahabatan gitu. Kamu siapa ya ?” aku membuka tanya. “aku Lidya, aku suka sama awan, sampe akhirnya aku nembak dia. Tapi dia bilang dia cuma sayang sama sahabat kecilnya. Katanya juga, lu belum kasih jawaban ke dia. Dia juga menyodorkan fotomu. Itulah aku tahu sama kamu.” Jelasnya. “ouh, emang kenapa nanyain aku ?” “kamu gak nganter dia ?” “nganter ?” aku terkejut. “iya, dia kan hari ini terbang ke Jogja. Dia lulus SNMPTN di UNY.” “bercanda kan ? terus ijazah dia kan belum ambil ?” aku hamper shock. “ijazah sih, katanya nyusul aja. “ Tanpa kata lagi, aku langsung menuju tempat parkir. Aku langsung mengendari jazz pink ku. Menuju bandara, di tengah jalan aku sangat khawatir. Aku takut dan benar-benar takut kehilangan Awan. Aku gak tahu, kenapa kaki ku mau melakukan ini. Menyusulnya ke bandara. Apa sayang ku sudah lebih dari sahabat. Di bandara, mataku tak lepas dari satu orang ke orang yang lain. Mataku tetap mencari Awan. “Awaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan, aku gak mau kamu pergi” aku berteriak, membuat semua mata tertuju padaku. “aku juga gak akan pergi, kalo gak sama kamu.” Suara itu. Terdengar dari belakangku, aku langsung berbalik. “Awaaaaaaaaaaaaaaaan” aku kembali berteriak, tanpa melihat sekitar. Aku memeluk Awan. Awan melepaskan pelukanku. Berlutut padaku, dan mejulurkan sekuntum mawar merah di depanku, “aku sayang kamu, aku cinta kamu, Lily.” Dia sok romantis. “aaaaaaa..aku.. aaaahaaaaaaaaaaaasyyyyim” aku sampai lupa, kalau aku alergi mawar. Dengan cepat Awan menjauhkan mawar itu dariku. “oupz, maaf” dia terlihat bersalah. “gak papa, sayang. Aku cinta kamu.” Akupun ikut sok romantis. Ternyata, Lidya dan Jogja itu hanya rekayasa Awan. Dasar Awan, bikin aku makin sayang aja. Aku dan Awan langsung menuju parkiran mobil. Sengaja aku menyuruhnya meninggalkan motornya, dan ikut dengan mobilku. Aku senang, dia banyak cerita sama aku perjuangan dia nyari informasi tentang aku, saat aku menjauh darinya. Saat indah bersamanya ini, tak akan aku lupakan. Sampai akhirnya, Braaaaaaaaaaaaaaaaaakk, mobilku menabrak mobil yang berlawanan arah. Aku menjerit. Sedang Awan, aku tak tahu, dia dimana. Dari insiden itu, aku tak tahu apa-apa lagi. Aku tak bisa melihat dunia lagi. Semua terlihat gelap. Susah sekali rasanya hidupku saat ini. Untuk berjalan pun, aku dibantu kursi roda. Aku juga tak pernah lagi mendengar suara Awan. Berulang kali aku bertanya pada bunda. Tapi, bunda tidak pernah menjawab, bunda hanya diam. “Dimana Awan ? Aku sayang Awan”. Lirihku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar